Ide-ide demokrasi itu berat…Harusnya ini sarapan kita tiap pagi… dari seorang presiden atau pejabat tinggi… tapi sayang, gak ada yang bicara..
Akhirnya konsep-konsep dasar itu gagal dipahami termasuk oleh pejabat tinggi negara… dari presiden sampai pejabat di bawahnya..
Ijinkan saya sambil di jalan, menerangkan konsep-konsep dasar demokrasi dengan bahasa saya sendiri yang sederhana..
Mulai konsep demokrasi dan perangkatnya hingga soal negara hukum dan HAM.. sebagai pondasi yang penting..
Demokrasi adalah konsep filosofis tentang nilai-nilai yang dianggap penting dan ideal terutama dalam politik.
Maka selain nilai ideal itu, ia juga memiliki sisi lain yang terkait hukum dan aturan main bersama yang dianggap adil dan memenuhi standar nilai ideal itu.
Nilai ideal dalam politik dan pemerintahan seperti keterbukaan, transparansi, menghargai HAM, pro kepada kebebasan, dll di satu sisi berhadapan dengan kekuasaan mayoritas dan respek kepada minoritas dalam proses pengambilan kekuasaan.
Nilai-nilai itu terus diperdebatkan, karena demokrasi itu pada dasarnya sebagaimana karya pemikiran manusia lainnya, mereka tidak mengenal kata berhenti
Mereka terus memikirkan sampai memiliki bentuk lebih ideal dari waktu ke waktu.
Disini terkadang demokrasi berbenturan dengan agama, terutama Islam. Dalam Islam ada bentuk final.
Ada yang selesai dan tak perlu lagi dipersoalkan. Maka muncullah konflik antar keduanya. Ini tema besar yang harus direkonsiliasikan.
Di Indonesia kita belum masuk ke sana… kita berkutat pada isu teknis soal PENGATURAN.
Mungkin karena kita “belum nyampe” atau karena tidak berani mendiskusikannya mengingat banyak soal dalam demokrasi bisa berbenturan dengan nilai-nilai lokal. Maka kita sibuk di ujung. Itupun salah.
Misalnya kita mendengar soal isu mantan napi korupsi dan pen-caleg-an. Dalam debat yang ada saya hampir tidak melihat pejabat yang mengerti demokrasi.
Baik presiden maupun KPU. Semua malas baca buku. Lumayan ada yang bilang “taati UU”. Itu saja argumennya.
Padahal, isu merampas hak warga negara bukan soal sederhana. Teori merampas hak warga itu inti dalam demokrasi.
Tapi di otak pejabat kita yang gak paham hukum dan HAM enak saja, “dia kan mantan koruptor, ya sudah” gitu aja mikirnya. Banyak yang dukung karena sama-sama “gak nyampe”.
Bahkan ada seorang pejabat senior dari partai bernafas agama yang menjadikan ini sebagai kampanye. “Kami konsisten mendukung KPU menolak mantan napi korupsi menjadi caleg”.
Demikian yang dia sampaikan. Dia lupa bahwa dalam agama pun tak ada mantan penjahat. Tuhan menerima tobat.
Dalam agama, Nabi kira-kira mengatakan, “Semakin baik kalian sebagai orang jahil semakin baik kalian dalam Islam, kalau paham”. Jadi bahkan mantan bisa lebih baik daripada yang belum. Sehingga kalau mau nyinyir bilang aja “Mana lebih baik mantan atau calon koruptor?”
Begitulah pula demokrasi, ia meletakkan manusia sama di depan hukum sampai UU merampasnya. Maka hak-hak rakyat dalam demokrasi hanya boleh dirampas dengan UU.
Tidak boleh dengan aturan di bawahnya. Tidak boleh PP, Perpres, PKPU apalagi SOP… hanya UU yang dibuat bersama di DPR.
Dalam kerangka itu, dengan perspektif itu saya juga menolak kewenangan “penyesuaian harga” BBM oleh pemerintah tanpa kewenangan UU.
Paling tidak presiden harus berani keluarkan Perpu sebab kelak Perpu akan melalui persetujuan DPR juga. Kalau sekarang ini ngawur.
Padahal menaikkan harga BBM adalah peristiwa merampas hak-hak rakyat berupa subsidi. Maka subsidi jangan dirampas begitu saja dong.
Enak aja. Itulah demokrasi. Hak-hak warga negara tidak mudah dirampas. Termasuk mantan narapidana.
Narapidana itu manusia. Bukan setelah dihukum lalu kemanusiaannya berkurang. Tidak. Bahkan dalam konsep “pemasyarakatan yang benar, orang itu tambah baik”.
Sebab ia tidak saja bertaubat seperti konsep agama tapi menjalani hukuman. Terkadang lama.
Maka dalam perspektif demokrasi tidak ada dendam. Dalam agama, hukum itu dipercaya sebagai milik Tuhan. Bukan milik manusia. Sebab manusia sama saja.
Tidak ada yang punya hak membuat hukum kecuali dalam delegasi perwakilan rakyat. Demikianlah Vox populi Vox dei.
Demikianlah sekedar catatan tentang demokrasi. Ide yang sedang kita geluti tapi terasa rumit. Masih banyak yang ingin saya sampaikan. Lain kali. Terima kasih.
Twitter @Fahrihamzah 3/7/2018