Senayan itu tempat orang yang digaji rakyat untuk berantem. Bukan minta maaf.
Jangan selalu menyesali jumlah yang sedikit atau kecil…kalau kalian benar, kalian banyak…kalian mayoritas.
Lembaga sekelas DPR RI sudah dibikinkan Mahkamah Kehormatan. Dan setahu saya cukup independen karena dipimpin oleh yang katanya oposisi.
Masalahnya kalau penakut gak usah bilang kami kecil, kalah voting dll.
Sudah terlalu banyak masalah yang harus diusut dan bisa menjadi skandal. Tapi kalau sedikit2 minta maaf yah bagaimana jadinya rakyat?
Bisakah kami menitip nasib pada kalian? Buat apa kami memilih kalian? Itulah pertanyaan yang sekarang meragukan kerja dewan.
Hei anggota dewan, belajarlah oposisi dari burung…karena kecil kalian bisa terbang.. akal adalah sayap2 kalian… kepakkanlah.. sambil bersiul bernyanyi…dan kekuasan yg besar bisa dibikin mati akal ..
Rakyat kan pengennya nonton kalian..rakyat membayangkan sebuah pertarungan yang asik, seperti burung kecil melawan ayam besar itu.. kok malah kalian diem aja…? 😁
Rakyat melalui negara menggaji kalian, dicukupkan semuanya..diberi kekebalan. Diberi sebutan “terhormat”.
Itu semua karena kalian diminta menyambung suara dan perasaan rakyat di depan keangkuhan kekuasaan yg menindas. Tapi mengapa kalian mati gaya?
Di TPS dulu ada 2 yg kita coblos: eksekutif (untuk kelola kekuasan dan anggaran) lalu legislatif (untuk mengawasi). Jadi rakyat tidak bisa dibebani tugas ngawasi karena tugas itu sudah diserahkan ke legislatif.
Trus ngapain kita nyoblos kalian wahai anggota dewan yg terhormat?
Dalam sejarah kita, Dewan, khususnya DPR RI adalah perwujudan Daulat Rakyat . Di sini kedaulatan rakyat dinampakkan. Bahwa rakyat adalah pemilik kekuasaan dan hak pada dasarnya.
Maka itu harus nampak dalam pengelolaan negara. Dewan harus nampak gagah. Nampak berguna!
Jika Daulat Rakyat tak tampak. Dan Daulat Partai yg tampak seperti basa basi dalam paripurna itu maka alarm merah perlu dinyalakan.
Wajah persekongkolan tiba-tiba muncul bahwa ternyata prilaku mereka sudah diatur. Dan batas-batas yg mereka buat akan membuat tuntutan rakyat takkan sampai.
Ketika anggota @DPR_RI sebagai cerminan Daulat Rakyat kalah dan harus minta maaf oleh kepentingan menjaga perasaan pejabat partai, maka saat itulah Daulat Parpol telah menang.
Dan suara rakyat yg diwakilkan pastilah telah bungkam oleh basa basi koalisi atau oposisi.
Saya pernah merasakan bagaimana Daulat Rakyat mendapat tantangan. Juga pernah mendapat sokongan dari pimpinan partai.
Waktu Daulat Parpol sadar diri, pimpinan menjawab keluhan istana atas kritik saya: “Dia wakil rakyat yg merdeka, tidak bisa dilarang, itu mandat rakyat padanya”.
Tapi belakangan, rupanya terlalu banyak perjanjian diam2 untuk membuat wakil rakyat “santun dan berakhlak”.
Jadilah semuanya bagai sandiwara. Tak ada yang berani menonjol bersuara padahal rakyat perlu jurubicara.
Itulah yg sedang terjadi pada Daulat Rakyat kita. Sedih!
Twitter @fahrihamzah 9/11/21