KULTWIT
You are here: Home » Mereka Bicara » Haji Syaiful, Cik Ahmad dan Nasi Gurih (2)

Haji Syaiful, Cik Ahmad dan Nasi Gurih (2)

Kembali ke lelaki jangkung nan kurus berkulit cokelat di pelataran dalam Masjid Raya Al-Mashun. Masih saja ia melayani seluruh jamaah hingga bungkus terakhir. Dengan ramah, ia layani satu-satu orang yang mau mengambil bungkusan. Tak terhitung banyaknya bungkus yang ia bagikan. Beberapa kali ia memerintahkan orang-orang -yang mungkin pekerjanya- untuk mengambil stok makanan.

Dengan sigap satu dua orang turun kebawah ke pelataran luar menuju pintu gerbang. Dalam remang pagi saya melihat satu mobil mematung tanpa bunyi mesin. Rupanya ia setia menunggu tuannya. Sementara dari dalam mobil, dua orang yang diperintah oleh lelali jangkung itu membawa plastik merah berisi dua puluh sampai tiga puluh bungkus. Begitu berulang-ulang sampai-sampai persediaan benar-benar habis.

“Habis. Habis. Kholas. Alhamdulillah. Minum saja”, katanya tegas.

Belasan ibu-ibu berkerudung masih mengantri. Lelaki jangkung itu menampik uluran pinta dari banyak ibu-ibu.

“Sudah habis ya. Kalau sudah ambil cukup sekali, katanya”. Wajahnya dibuat nampak tegas. Tapi saya tahu sebenarnya ia orang yang ramah.

Saya sendiri melihat dari jarak sepuluh meter. Bersandar di salah satu dinding, saya perhatikan semua yang ada dalam ruangan besar itu. Tak ikut mengantri, saya hanya mengambil segelas mint tea dengan paper cup yang disediakan di sudut meja. Sesekali saya juga menimpali dengan kata-kata “habis, habis, habis. Alhamdulillah”, sambil tertawa bahagia melihat orang makan pagi dengan gembira.

Berjalan diantara orang-orang yang duduk, saya mendekat dan berbincang dengan pengurus Masjid. Dari sana saya tahu nama lelaki jangkung itu.

“Itu Pak Syaiful”

“Habib ?”.

“Oh, bukan pak. Namanya Haji Syaiful”.

“Setiap pagi ini pak ?”

“Ngga. Ini (makan bersama), setiap pagi hari jumat pak. Pak Syaiful donatur tetap. Dia bawa seratus dua ratus bungkus nasi gurih dan pulut setiap Jum’at”

“Oh. Sudah lama ?”.

“Sudah. Sejak kapan ya. Pokoknya sudah lama (kegiatan) ini”.

“(Dia) pengusaha ?”

“Iya. Dia yang punya Kembar Ponsel”.

Rupanya Haji Syaiful, si dermawan penyumbang makanan sarapan setiap pagi itu dalah pengusaha pemilik Toko ‘Kembar Ponsel’ yang ada di Jalan Sisingamangaraja. Apa benar atau tidak, tokonya memiliki cabang di beberapa tempat. Jarak toko pusatnya sendiri dengan masjid sekitar tiga kilometer. Ia datang bersama anak buahnya rutin membawa bungkusan setiap Jum’at pagi tiba.

Hitung sederhana saja, kalau harga nasi gurih dan pulut sebesar Rp. 10.000,- saja, dikalikan 200 bungkus, maka Haji harus merogoh kocek sebesar Rp. 2.000.000,-. Kalau empat kali sebulan, berarti sekitar Rp. 8.000.000,-. Amalan sederhana tapi dahsyat ya. Konon, saya dengar selentingan tadi, ada satu dua masjid lain yang juga mengadakan kegiatan sama dan Haji Syaiful menjadi donaturnya. Aduh, sumpah, jadi iri sekali sama ini orang.

Saya juga punya tetangga rumah yang dermawannya amit-amit tanpa batas. Sedekahnya tidak pakai hitung-hitungan seperti saya dan pembaca sekalian. Kalau dihitung tiap hari, saya sampai bingung darimana dia dapat duit. Ada saja terus tiap hari rezekinya, katanya. Ada tetangga saya yang lain yang agak berjauhan rumah -sekitar beberapa lemparan meriam- yang sedekahnya juga luar biasa. Mirip seperti Haji Syaiful, dia juga memberi makan jamaah shalat Jumat dengan bubur kacang hijau. Jangan tanya dagangannya. Toko sparepart mobilnya tidak pernah sepi dari pembeli.

Bisa saja orang-orang dermawan ini menjadi kaya raya dan dagangannya laku terus, mungkin karena kedermawanannya. Allah dan Rasul-Nya tidak pernah berdusta. Janji Allah benar adanya.

Anak dara menanak ketan
Dimakan bersama sanak saudara
Siapa hamba berbudi dermawan
Harta bertambah tiada terkira

Daun pohon berembun basah
Gerimis datang di pagi buta
Siapa hamba rutin sedekah
Harta berkah hati bahagia

Menjelang pulang, saat berkemas-kemas disamping mobilnya, Haji Syaiful saya hampiri. Sambil tersenyum saya salami dia. Dalam hati saya berdoa semoga bisa seperti dia dalam amal sederhana ini. Tak lupa saya ajak selfie. Saya bahagia mendapatkan ilmu agama ba’da subuh ini. Haji Syaiful nampak bahagia. Tawanya lebar tak sudah-sudah.

(Bersambung)

Penulis Bambang Prayitno

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top